Ketika bekerja di Singapura, Danny Saksono mengamati perbedaan antara edukasi disana dan di Indonesia.
Singapura telah menerapkan teknologi dalam keseharian sekolah. Sehingga proses belajar mengajar lebih efektif dan proses administrasi lebih efisien. Berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia pada saat itu, yang masih asing dengan digitalisasi.
Danny yakin pendidikan di Indonesia juga bisa maju dengan teknologi. Ia kemudian membagikan pemikirannya itu kepada teman kuliahnya, Henry Fausta.
Singkat cerita, Danny memutuskan pulang ke Indonesia di tahun 2015 untuk merealisasikan keyakinannya. Danny dan Henry membangun Quintal dengan harapan bisa menjadi solusi pemerataan digital bagi pendidikan di Indonesia.
Setelah melalui riset panjang dan pengembangan selama setahun, akhirnya Quintal mulai melayani sekolah pertamanya di awal tahun 2016.
Dan saat ini ekosistem Quintal telah berkembang dan digunakan oleh ratusan unit sekolah di Indonesia.